Selasa, 10 Maret 2015

Ungkapan kalimah thayyibah "Subhan Allah" sering tertukar dengan ungkapan "Masya Allah"

Ungkapan kalimah thayyibah "Subhan Allah" sering tertukar dengan ungkapan "Masya Allah"

Ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhan Allah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”. Ucapkan “Masya Allah” kalau kita merasa kagum. Ucapkan “Subhan Allah” jika melihat keburukan.

Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan Subhan Allah (Mahasuci Allah), tertukar dengan ungkapan Masya Allah (Itu terjadi atas kehendak Allah). Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan Subhan Allah. Padahal, seharusnya kita mengucapkan Masya Allah yang bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Allah”.

Ungkapan Subhan Allah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhan Allah (Mahasuci Allah dari keburukan demikian).

Ucapan Masya Allah

Masya Allah artinya “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya.

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap Aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).

Ucapan Subhan Allah

Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan Subhan Allah sebagai penegasan: “Allah Mahasuci dari keburukan tersebut”.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Subhan Allah, sesungguhnya mukmin tidak najis.” (HR. Tirmizi)

“Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim. Dalam Al-Quran, ungkapan Subhan Allah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).

Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhan Allah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala Maha Suci dari semua keburukan tersebut.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah, indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala. Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan Subhan Allah, padahal seharusnya Masya Allah dan sebaliknya? Insyaa Allah tidak. Allah Maha Mengerti maksud perkataan hamba-Nya. Hanya saja, setelah tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat antara Subhan Allah dan Masya Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber:
http://www.arrahmah.com/kajian-islam/ungkapan-kalimah-thayyibah-subhanallah-sering-tertukar-dengan-ungkapan-masya-allah.html  diakses hari Selasa, 10 Maret 2015, 20:54 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda disini. Komentar yang tidak sopan, provokatif, berunsur SARA, akan segera dihapus oleh admin. Trims.