Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misi Rasulullah SAW Sebagai Mahluk Sosioligis

28 November 2015   22:18 Diperbarui: 28 November 2015   23:32 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia itu memiliki banyak istilah di dalam Al-Quran, sebut saja;Al-Insan  Bani Adam Al-Nass A-Bahsar.  Setiap istilah, memiliki makna. Al-Bashar berarti “kulit” yang diartikan sebagai pembeda antara hewan dan manusia. Ada sekitar 35 kali istilah “bashar”, dengan beragam redaksi. Jika ditinjau dari segi bahasa, bahasa berarti “penyebaran” , dengan artian manusia mahluk bilogis yang berkembang biak. Allah SWT berfirman “إذ أتنم تنتشرون “ manusia (kalian) yang berkembang biak (QS Al-Rum (20).

Manusia juga disebut dengan istilah “Bani Adam” yang mengacu pada historis pencipataan Nabi Adam as sebagai manusia yang pertama kali. “wahai Bani Adam, jangan memyembah Syaitan, karena sesunggunya Syetan itu musuh yang nyata (QS Yasin:60). Bani Adam itu sangat mulia, sebagaimana pernyataan Allah SWT “Sungguh telah kamu mulyakan Nabi Adam”. Baik masih hidup, maupun sudah wafat, harus dimulyakan.

Manusia juga disebut dengan “al-Insan” yang ditinjau dari segi intelektual, manusia adalah ciptaan yang paling sempurna (QS Al-Tiin (:4). Istilah Al-Insan juga ditemukan di dalam surat A-Rahman, Al-Alaq. Penamaan manusia dengan istilah “al-Insan” menunjukkan bahwa manusia paling sempurna dibandingkan dengan mahluk-mahluk Allah SWT yang ada di alam semesta ini.

Manusia juga disebut dengan Al-Nass, baik di dalam Al-Quran maupun hadis Rosulullah SAW.  Penyebutan manusia dengan “Al-nas” mengisyaratkan bahwa manusia itu cenderung ingin berkumpul dan bekelompok. Itulah tinjauan dari sosiologis. Manusia itu tidak akan bisa hidup tanpa orang lain. Wajar, jika kemudian orang sunda, lebih suka berkumpul dengan sesama etnis dan kelompoknya.

Rosulullah SAW itu diutus untuk semuanya, bukan untuk bangsa Arab, juga bukan untuk bangsa Persia, Asia, Afrika. Sebagaimana Musa, Dawud as, Isa as, yang secara khusus diutus untuk banga Isarael. Muhammad SAW itu di utus untuk alam semesta “tidaklah kami utus engaku wahai Muhammad, kecuali untuk membawa Rahamatan lil Alamin” (QS Al-Anbiya’ (21:107)

Muhammad juga disebut dengan “Nabiyyun” yang berarti “pembawa berita penting”. Untuk itulah, tidak ada yang dikerjakan oleh Rosulullah SAW, kecuali mengajak masyarakat dan umat untuk ber-iman kepada Allah SWT. Karena informasi yang disampaikan begitu penting, dari Allah SWT, maka Nabi-pun menyamapikan dengan “mauidhah hasanah”. Juga, dengan “qudwah hasanah”, yang meliputi “tutur, sikap, prilaku”, baik secara pribadi, keluarga, dan bermasyarakat dan bernegara”.

Sebagai manusia, secara  sosiologis Rosulullah SAW juga memiliki sifat seperti manusia pada umumnya. Menariknya, Rosulullah SAW memiliki kekhususan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Dalam kondisi apa-pun, Rosulullah SAW tidak pernah putus asa di dalam mengemban amanah untuk menyampaikan risalah. Sifat dan tabiat Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang utusan Allah SWT, sidiq, amanah, fatanah, dan tabliqh.

Rosulullah SAW mengajarkan kepada masyarakat agar menjaga sikap, tutur dan prilaku, agar tidak menyakiti orang lain. Nabi SAW mengatakan “barang siapa yang ber-iman kepada Allah SWT dan hari ahir, maka mulayakan tetangga” (HR Muslim). Menjaga hubungan dengan teman, tetangga, dan juga menjaga lisan agar tidak menyakiti sesama.

Secara khusus, Nabi SAW mengatakan “jangan saling membenci, jangan saling hasud, jangan saling, jangan saling tidak menyapa, dan jangan saling mengintai”. Nabi menganjurkan terhadap pengikutnya dimanapun berada agar menjadi orang-orang yang saling mengenal, menjaga, melindungi, dan membantu bukan bermusuhan. Rosulullah SAW bersabda “jadilah kalian hamba yang saling bersaudara”.

Karena beitu sulitnya berkumpul dengan banyak orang, Rosulullah SAW bersabda “orang Islam yang berkumpul dengan sesama, kemudian sabar terhadap ganguan mereka, jauh lebih baik dari pada seorang muslim yang hidup menyendiri dan tidak sabar dengan gangguan mereka (HR Tirimidzi). Ketika ada tetangga yang menyakiti, atau menganggu, kewajiban baginya adalah memaafkan.

Tidak ada catatan dalam sejarah, Rosulullah SAW menyakiti orang lain, apalagi berbuat kasar. Wajar, jika para ulama berkata bahwa “kekerasan yang terjadi di Timur Tenggah dengan mengatasnamkan Islam itu adalah teroris”. Karena tidak pernah diajarkan dalam islam, dan juga tidak pernah diajarkan oleh Rosulullah SAW.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun