FIFPro: Nyawa Melayang Pun Tak Bikin PSSI Berbenah

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Rabu, 15 Apr 2015 11:43 WIB
Ketua Federasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) di tingkat Asia, Brendan Schwab, menyoroti ketidakmampuan PSSI mengelola kompetisi dengan profesional.
Menurut ketua FIFPro Asia, PSSI belum juga bisa membenahi kompetisi profesional di Indonesia sehingga banyak hak-hak pemain yang tidak terlindungi. (CNN Indonesia/Martinus Adinata)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Federasi Pesepak Bola Asia, Brendan Schwab, mengkritik otoritas sepak bola Indonesia, PSSI, yang belum saja berbenah diri meski telah ada nyawa yang melayang di sepak bola Indonesia.

Schwab yang menyatakan bahwa kondisi pesepak bola di Indonesia salah satu yang terburuk di dunia pun menyoroti bahwa masih banyak permasalahan terkait pemain yang belum terselesaikan hingga saat ini.

Di antara pelbagai masalah tersebut, yang menurutnya paling krusial adalah tentang gaji yang tidak terbayarkan, pemutusan kontrak secara sepihak, pemaksaan untuk membayar pada agen pemain, tak ada hormat pada peraturan ketenagakerjaan, dan juga kurangnya pelayanan kesehatan untuk pemain.  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"FIFPro sangat terkejut karena bahkan hilangnya nyawa pemain pun tidak menjadi pemicu perubahan dalam sikap para pengatur sepak bola di Indonesia," kata Schwab dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia melalui surat elektronik.

Kasus yang dimaksud FIFPro sendiri menimpa dua pemain asing di Indonesia. Pada 3 Desember 2012, seorang pemain asal Uruguay bernama Diego Mendieta meninggal dunia karena tidak memiliki uang untuk membayar biaya kesehatan.

ADVERTISEMENT

Lalu, pada 29 November 2013, Salomon Begondo, juga mengalami tragedi yang sama -- sakit dan tak punya uang untuk ke dokter karena gajinya tidak terbayarkan.

FIFPro yang mengaku dalam beberapa tahun terakhir membantu pemain asing dibebaskan dari pihak imigrasi, dan juga penyelesaian kasus Mendieta dan Begondo, pun kemudian menyoroti tata kelola persepak bolaan Indonesia yang dinilainya sangat buruk.  

"Sayangnya PSSI tidak mengerti pentingnya melindungi hak pemain untuk agar tercipta profesionalisme, tata kelola yang baik, integritas, dan meningkatkan reputasi sepak bola Indonesia," kata Schwab.

Minta Pemerintah Dilibatkan

Pada 3 April lalu, FIFPro mengirimkan surat untuk Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia untuk menyatakan dukungannya terhadap langkah yang dilakukan Menpora dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) memastikan klub-klub Indonesia harus lolos berbagai persyaratan untuk dapat bermain di Liga Indonesia -- di antaranya adalah aspek keuangan dan legalitas.

Menurut ketua umum BOPI, Noor Aman, klub-klub yang diberi rekomendasi untuk bermain di Liga Indonesia harus sudah melunasi seluruh kewajibannya kepada pemain, minimal hingga akhir 2014 lalu.

Menurut Schwab, keterlibatan pemerintah memang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu.

"Karena otoritas sepak bola Indonesia telah gagal untuk memenuhi kebutuhan dasar para pemain, FIFPro dan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) telah sepakat agar pemimpin politik Indonesia dan institusi legal harus terlibat dan digunakan."

Namun langkah yang diambil pemerintah Indonesia sendiri dipandang FIFA sebagai satu langkah intervensi.

Dalam surat tertanggal 10 April yang dikirimkan kepada Menpora dan ditandatangani Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Vackle, FIFA menyebut bahwa setiap Asosiasi yang merupakan anggotanya, dalam hal ini PSSI, harus menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dengan mandiri tanpa pengaruh dari pihak ketiga.

FIFA pun meminta Kemenpora dan BOPI bisa menahan diri untuk tidak lagi mencampuri urusan rumah tangga PSSI dan mempersilahkan PSSI memenuhi kewajibannya sebagai anggota FIFA.

Menurut Schwab, ia menyayangkan langkah FIFA tersebut. Ia juga meminta PSSI untuk tidak resisten terhadap langkah yang diambil Menpora dan BOPI.

"Sangat disayangkan jika intervensi FIFA bisa membuat klub-klub Indonesia mendapatkan lampu hijau untuk kembali mengabaikan kewajiban mereka sebagai klub."

"Demikian pula dengan PSSI. Ketimbang mengeluh soal intervensi politik, PSSI harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan pemain profesional di Indonesia dibayar tepat waktu dan hak-haknya dihargai."

Hal senada juga diucapkan oleh Ketua APPI, Valentino Simanjuntak. Bagi dirinya sumber masalah dari ketidakpastian nasib pemain di Indonesia adalah tidak adanya tata kelola profesional yang terjadi di persepakbolaan Indonesia, sehingga ia mendukung langkah pemerintah mengambil keputusan tegas.

"Musim lalu kami juga melaporkan kasus-kasus tertunggaknya gaji pemain kepada BOPI, tapi tidak ada tindakan yang diambil. Jika sekarang tidak diambil tindakan tegas, maka hal yang sama akan terus berulang."

Valentino mengakui bahwa keputusan yang diambil BOPI tidak meloloskan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya adalah karena masalah legalitas yang tidak ada kaitan langsung dengan ranah APPI.

Namun, baginya, masalah legalitas erat kaitannya dengan tata kelola. Ia mencontohkan kasus di negara lain ketika klub diwajibkan untuk memiliki garansi bank sebagai jaminan untuk membayarkan gaji pemain.

"Bagaimana caranya mendapatkan garansi bank, jika legalitas saja tidak punya?" (vws/vws)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER