Begini Penjelasan Denny Indrayana Terkait Kasus Payment Gateway

Begini Penjelasan Denny Indrayana Terkait Kasus Payment Gateway

- detikNews
Rabu, 04 Mar 2015 20:35 WIB
Jakarta - Mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana tengah dibidik Bareskrim Polri. Dia ditengah dikejar Bareskrim atas kasus payment gateway di Kemenkum HAM. Niat baik dan terobosan Denny di Ditjen Imigrasi dalam pembuatan paspor dianggap merugikan negara.

Denny yang dikenal pembela KPK ini tak hanya dibidik atas kasus payment gateway. Polres Jakarta Barat juga tengah menyeriusi laporan pengacara Komjen Budi Gunawan, terkait ucapan Denny soal 'jurus mabuk'. Untuk kasus payment gateway Denny diperiksa pada Jumat mendatang.

"Ini kriminalisasi atas inovasi pelayanan publik antipungli berbasis teknologi," terang Denny, Rabu (4/3/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut penjelasan lengkap Denny:

Kriminalisasi atas Inovasi Pelayanan Publik Antipungli Berbasis Teknologi

1. Laporan Polisi kepada Denny Indrayana, pada tanggal 10 Februari 2015, adalah bagian dari kriminalisasi kepada KPK dan para pendukungnya (seperti Yunus Hussein, Majalah Tempo, dll). Terindikasi dengan waktunya yang bersamaan dengan advokasi kasus KPK, diproses dengan super cepat, dan dugaan kasus yang berubah-ubah.

2. Bukan hanya kriminalisasi biasa, kasus yang dituduhkan pada Denny Indrayana justru adalah kriminalisasi pada inovasi pelayanan publik antipungli berbasis teknologi. Utamanya dalam sistem pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam pembuatan paspor, yang awalnya manual, diubah menjadi elektronik. Dengan berbasis IT, sistem pembayaran pembuatan paspor lebih cepat, mengurangi antrian, lebih transparan, nihil pungli.

3. Sebagai inovasi, perintis dan/atau pelopor, seringkali perlu harmonisasi regulasi, termasuk koordinasi dengan Kemenkeu, KemenPAN & RB, Kemenkominfo, KPK, BI, Ombudsman, BPKP, LKPP, dan BUMN (PT KAI, Telkom, Garuda). Koordinasi dengan Kemenkeu, melahirkan kesepahaman pelayanan publik perlu diselamatkan, sebelum berjalan baik, ada masa transisi sebagai solusi.

4. Biaya pembayaran elektronik sebesar Rp 5 ribu, sudah melalui proses beauty contest yang transparan, tanpa kickback. Biaya demikian dalam transaksi perbankan adalah hal yang biasa terjadi, wajar; bahkan dalam konteks di Kemenkumhan, biaya demikian TIDAK wajib. Artinya, jika pemohon keberatan bisa melakukan pembayaran manual yang gratis (Permenkumham Nomor 18 Tahun 2014). Karena biaya itu atas persetujuan pemohon, tidak wajib, maka TIDAK dapat dikatakan pungli.

5. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK mengakui ada perbaikan pelayanan publik, meski juga menemukan beberapa persoalan teknis. Yang pasti TIDAK dikatakan ada kerugian negara, dan tidak ada pula rekomendasi membawa masalah ini ke penegak hukum.

6. Singkatnya, pembayaran PNBP secara elektronik dalam pembuatan paspor, yang merupakan perbaikan pelayanan publik mengurangi antrian tanpa pungli berbasis teknologi ini, seharusnya diakui sebagai inovasi, dan bukan justru dikriminalisasi apalagi dituduh korupsi, khususnya karena kasus ini sebenarnya terkait advokasi Denny Indrayana dalam menyelamatkan lembaga KPK.


(jor/ndr)