PT Melu Bangun Wiweka (MBW), saat ini rupanya masih terus mengembangkan purwarupa (prototype) monorel, sambil menunggu sewaktu-waktu pemerintah menghidupkan proyek monorel kembali.
"Selama kami menunggu, siapa tahu suatu saat proyek ini berlanjut, kami terus melanjutkan tahap pengembangan prototype. Berharap suatu saat pemegang keputusan menjalankan proyek ini lagi," ungkap Indra Nugraha Kusnan, Manajer Umum PT Melu Bangun Wiweka, saat dihubungi detikFinance, Rabu (2/9/2015).
Proyek monorel Jakarta masih menyisakan tiang-tiang beton yang hingga kini terbengkalai. "Adhi Karya itu kan pemegang proyek konstruksi. Kalau kami teknologinya. Kalau konstruksi saya kurang tahu sekarang bagaimana kabarnya," jelas Indra.
Saat ditanya soal ramai-ramai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Indra mengatakan, nilai penting antara kereta cepat dengan monorel memang berbeda. Monorel awalnya digagas untuk menjawab kebutuhan transportasi publik massal bagi warga Jabodetabek.
"Urgency monorel dengan kereta cepat berbeda. Kalau monorel atau LRT (Light Rapid Train) dulu digagas tujuannya untuk mengatasi makin cepatnya laju arus urban penduduk Jabodetabek," kata Indra .
Indra menilai, kebutuhan penyediaan fasilitas transportasi publik saat ini lebih kepada pemenuhan transportasi massal. "Sebetulnya kebutuhan saat ini transportasi publik, sebab Jakarta sudah sangat padat dan macet," tambah Indra.
Sedangkan rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, menurut Indra masih banyak alternatif moda transportasi lain. "Jakarta-Bandung kan masih ada kereta biasa, bus, dan lainnya," imbuhnya.
Dari sisi kesiapan teknologi, Indra melihat, para insinyur lokal sudah siap mengembangkan monorel sendiri. Para tenaga ahli ini sudah mempelajari teknologi monorel, belajar dari teknologi kereta monorel dari bermacam negara.
"Sebetulnya kami sudah menguasai teknologi monorel dan siap membangun. Kami sepenuhnya memakai teknologi dari dalam negeri melalui berbagai referensi. Kita kumpulkan referensi dari mana saja, ada Jepang, Malaysia, Kanada, AS mereka punya Bombardier, dan Swiss. Lalu kami pelajari mana yang cocok dan paling baik. Kami juga ajak kerjasama kembangkan teknologi UI," katanya.
Ia bahkan menyebut, dari sisi keamanan dan ketahanan beban kereta, monorel 'made in Bekasi' berani diuji. "Kesiapan teknologi kereta monorel dilihat dari dua unsur yaitu memenuhi unsur keselamatan penumpang supaya aman dan ketahanannya membawa beban. Kami sudah siap semua itu," katanya.
Tidak hanya aspek kesiapan para insinyur, tetapi dari segi penyediaan komponen kereta dari dalam negeri, Indra sudah menghitung monorel buatan Bekasi bisa mencapai skor Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dihitung sudah mencapai 50%.
"TKDN kami hitung bisa 50%. Indonesia bisa buat beberapa komponen sendiri seperti desain body, sistem suspensi dan gerbong itu bisa lokal. Teknologi di body sudah bisa buat yang kaku dan kuat. Kita belajar dari Jepang. Dari segi bentuk, monorel rencananya kayak Jepang. Monorel cocok untuk menghubungkan Jakarta-Bogor atau Jakarta-Bekasi," tuturnya.
Di tengah sempitnya ruang di Jakarta, monorel pun unggul. "Monorel itu keunggulannya di Jakarta, kan ruang di sini sempit-sempit. Monorel itu desainnya ramping dan bisa menanjak sampai 6%," tambahnya.
Kemudian dari segi tenaga kerja, monorel siap pakai tenaga kerja lokal. "Bisa kami pakai tenaga ahli dan pekerja lokal. Kereta cepat yang rencananya dari Jepang atau China sebetulnya kita sendiri bisa pelajari teknologinya. Sudah dipelajari dan bisa kita kuasai. Hanya sepertinya pemerintah belum berani garap sendiri," pungkasnya.
(ang/ang)