Fenomena Banci dan Hukumnya dalam Islam

Oleh. Armansyah

Netizen pada awal Maret 2015 dikejutkan dengan munculnya sebuah foto dari salah satu buku Agama untuk anak sekolah yang memuat tentang hukum banci dalam sholat.

buku_ttg_banci

Buku ini menuai kontroversi dan seperti biasa ada pihak yang membelanya dan banyak pula yang mengecamnya. Tak urung Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ketua MUI bidang pendidikan, Anwar Abbas ikut bersuara seperti yang dimuat oleh Republika Online berikut:

fatwa_mui

 Lalu seperti apa sebenarnya tentang hukum banci ini sendiri menurut ajaran Islam?

Islam menyebut banci dengan istilah khuntsa artinya orang yang mempunyai dua alat kelamin, satu kelamin laki-laki dan satu kelamin perempuan. Istilah ini asalnya dari lafadz al-khantsu, yang menurut bahasa artinya lemah atau pecah.  

Sesuai dengan kondisi jaman yang berlaku pada masa itu, tidak ada teknik kedokteran untuk melakukan operasi terhadap salah satu dari keduanya sebagaimana yang terdapat dalam jaman kita sekarang ini maka terkait orang yang berkelamin ganda ini ada hukum yang mengaturnya.

Sunan Darimi 2842: Telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Isra`il dari Abdul A’la bahwa ia mendengar Muhammad bin Ali menceritakan dari Ali tentang seorang laki-laki yang memiliki alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, sebagai apa statusnya ia mewarisi (laki-laki atau perempuan)? Ia menjawab; Dilihat dari alat kelaminnya yang mengeluarkan kencing (dari situlah ditetapkan statusnya).

Sunan Darimi 2842: Telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Isra`il dari Abdul A’la bahwa ia mendengar Muhammad bin Ali menceritakan dari Ali tentang seorang laki-laki yang memiliki alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, sebagai apa statusnya ia mewarisi (laki-laki atau perempuan)? Ia menjawab; Dilihat dari alat kelaminnya yang mengeluarkan kencing (dari situlah ditetapkan statusnya).

Jadi disini dilihat berdasar fungsi genitalnya yang dapat melakukan tugas sistem tubuh kemanusiaannya, oleh sebab itu manusia ini disebut dengan istilah Khuntsa Ghoiru Musykil, yaitu mereka yang berjenis kelamin ganda dan dapat dilihat kecenderungan fungsi genitalnya.

Hukum ini dapat menjadi landasan dalam proses operasi dijaman kita modern terhadap orang-orang yang berkelamin ganda. Jadi proses operasi kedokteran pada genitalnya bukan didasarkan pada pilihan orang itu terhadap kesukaannya untuk menjadi lelaki atau perempuan tapi berdasar fungsi genital.

Selain banci dalam kategori Khuntsa Ghoiru Musykil diatas, ada juga Khuntsa Musykil yaitu orang yang tidak ada kecenderungan maupun dominasi fungsi genitalnya. 

Sunan Darimi 2844: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Abu Hani` ia berkata; Amir pernah ditanya tentang warisan seorang anak yang melahirkan tanpa alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, sementara dari pusarnya keluar sesuatu seperti air kencing dan kotoran. Maka ia menjawab; (Bagian warisannya adalah) setengah dari bagian laki-laki dan setengah dari bagian perempuan.

Lalu bagaimana hukum sholat untuk orang yang demikian –jika seandainya tidak di operasi?

Shahih Bukhari 654: Abu Abdullah berkata; Muhammad bin Yusuf berkata kepada kami, telah menceritakan kepada kami Al Auza’i telah menceritakan kepada kami Az Zuhri dari Humaid bin ‘Abdurrahman dari ‘Ubaidullah bin ‘Adi bin Khiyar, bahwa dia masuk menemui ‘Utsman bin ‘Affan saat ia terkepung seraya berkata, “Engkau adalah pemimpin Kaum Muslimin namun tuan tengah mengalami kejadian seperti yang kita saksikan. Sedangkan shalat akan dipimpin oleh imam yang terkena fitnah dan kami jadi khawatir terkena dosa.” Maka ‘Utsman bin ‘Affan pun berkata, “Shalat adalah amal terbaik yang dilakukan manusia. Oleh karena itu apabila orang-orang melakukan kebaikan (dengan mendirikan shalat), maka berbuat baiklah (shalat) bersama mereka. Dan jika mereka berbuat keburukan (kesalahan), maka jauhilah keburukan mereka.” Az Zubaidi berkata, Az Zuhri berkata, “Kami tidak membenarkan shalat bermakmum di belakang seorang banci kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.”

Kiranya beranjak dari nash agama diatas sudah lebih dari jelas bagaimana hukumnya tentang seorang yang memiliki dua kelamin, baik dalam hal waris maupun dalam hal hukum sholat.

Tapi sekarang hukum banci dalam nash diatas yaitu orang berkelamin ganda dijaman Rasul yang dikenal sebagai Khuntsa apakah sama seperti banci yang ada dan jamak dijaman kita sekarang?

Jika kita lihat faktanya, banci yang hidup pada masa kita sekarang ini justru umumnya lebih mengarah pada penyerupaan alias “mukhonnis” (laki-laki yang berlagak perempuan baik dengan ucapan, perilaku maupun pakaian) sehingga ia disifati takhonnus (berperilaku perempuan). 

ilustrasi_banci1

Tentu hukumnya beda dengan khuntsa pada nash agama diatas, sebab banci kita sekarang ini lebih kepada Taghyiru kholqillah (merubah kodrat), sesuatu yang hukumnya haram dan dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.

Berikut nash yang dapat digunakan untuk menyikapi banci-banci yang berkeliaran dijaman kita hari ini.

مسند أحمد ٢٠١٦: حَدَّثَنِي يَزِيدُ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلَانًا

Musnad Ahmad 2016: Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang meniru wanita (banci) dan wanita yang meniru laki-laki, beliau bersabda: “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengeluarkan fulan, dan Umar juga mengeluarkan fulan.

Sunan Abu Daud 3583: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Tsaur dari Ma’mar dari Az Zuhri dan Hisyam bin Urwah dari Urwah dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata, “Seorang laki-laki (banci) masuk menemui isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan para sahabat menganggapnya sebagai Ghairu Ulil Irbah (orang-orang yang tidak punya nafsu kepada wanita). Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemui kami sementara laki-laki banci itu bersama isteri-isteri beliau seraya mensifati wanita dengan berkata; ‘Wanita itu jika menghadap ke depan maka ia menghadap dengan empat (lipatan), dan jika menghadap ke belakang maka ia menghadap dengan delapan (lipatan) ‘. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketahuilah, aku melihat orang ini (banci) mengetahui apa yang ada pada wanita, maka jangan sekali-kali ia masuk menemui kalian.” Mereka pun akhirnya memakai hijab.”

Hadis dengan redaksi sama juga diriwayatkan dari Ibnu Syihab dari Urwah dari ‘Aisyah dengan hadits dengan tambahan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengeluarkan laki-laki (banci) itu ke padang pasir, dan datang setiap hari jum’at untuk mencari makan.” Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada kami Umar dari Al Auza’i -dalam kisah ini-, dikatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika laki-laki (banci itu) mati kelaparan?” beliau lalu memberinya izin untuk masuk dua kali setiap hari jum’at untuk minta makan, kemudian kembali lagi.”Ket; lipatan maksudnya, wanita yang gemuk jika dilihat dari arah perut maka akan terlihat dua lipatan -setiap lipatan ada dua sisi- yang ada diperutnya, sementara jika dilihat dari arah punggung maka akan terlihat empat lipatan yang memiliki delapan sisi. Dan ini hanya terjadi pada wanita yang gemuk. 

Ada juga kasus lain :

Sunan Abu Daud 4280: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Abdullah dan Muhammad Ibnul ‘Ala bahwa Abu Usamah mengabarkan kepada mereka, dari Mufadhdhal bin Yunus dari Al Auza’i dari Abu Yasar Al Qurasyi dari Abu Hasyim dari Abu Hurairah berkata, “Pernah didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seorang banci yang mewarnai kuku tangan dan kakinya dengan inai. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya: “Ada apa dengan orang ini?” para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, orang ini menyerupai wanita.” Beliau kemudian memerintahkan agar orang tersebut dihukum, maka orang itu diasingkan ke suatu tempat yang bernama Naqi’. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita membunuhnya saja?” beliau menjawab: “Aku dilarang untuk membunuh orang yang shalat.” Abu Usamah berkata, “Naqi’ adalah sebuah tempat di pinggiran Kota Madinah, dan bukan Baqi’.”

Dari nash-nash ini jelas pula bagi kita bahwa banci dalam artian orang berkelamin ganda berbeda dengan banci dalam artian orang yang menyerupai lawan jenisnya, laki-laki menyerupai perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki.

Bahkan Nabi secara lantang dan tegas mengatakan:

Shahih Bukhari 5435: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma dia berkata; “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” 

Sunan Ibnu Majah 1893: Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Humaid bin Kasib telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abu Hazim dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang menyerupai kaum laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai kaum wanita.”

Musnad Ahmad 15075: Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah telah menceritakan kepada kami Zabban dari Sahl dari Bapaknya dari Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam, “Umat Islam akan tetap berada di atas syariat selama tidak muncul tiga hal di kalangan mereka: Selama ilmu belum dicabut, banyak dijumpai pada mereka anak-anak orang banci, dan muncul shoqqorun. Ada yang bertanya ‘Apa maksud shoqqorun atau shoqlawun itu Wahai Rasulullah?. Beliau menjawab, manusia yang hidup di akhir zaman sedang kata sapaan di antara mereka saling melaknat”.

Semoga tulisan ini dapat memperjelas dan memberikan perbedaan dari sudut hukum syari’at Islam terkait banci. Jangan sampai masyarakat dikelabuhi dengan nash-nash pembenaran padahal ia tidak dimaksudkan untuk hal tersebut.

Maraknya banci dalam pengertian mukhonnis yaitu penyerupaan saja pada masa kita sekarang bukan sesuatu yang dapat diterima. Apalagi jarang kita temukan banci semacam ini yang dekat kepada Allah dan melakukan ibadah fardhu secara intens. Banci-banci dijaman sekarang lebih banyak pada orang-orang yang lebih memperturutkan nafsu birahi kebinatangannya saja ketimbang senang berdandan ala wanita. Hal itu adalah gejala awal untuk terjadinya penghalalan hubungan sesama jenis dalam artian seksual. Lelaki kawin dengan sesama lelaki dan perempuan kawin dengan sesama perempuan. Itulah penyakit yang pernah ada pada kaum Luth dan hukumnya jika mengacu pada syari’at maka ia harus dibunuh.

Sunan Abu Daud 3869: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Ali An Nufaili berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Amru bin Abu Amru dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah; pelaku dan objeknya.” 

Musnad Ahmad 2677: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman dari Zuhair dari ‘Amru yakni Ibnu Abu ‘Amru, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah melaknat orang yang menyembelih bukan karena Allah, Allah melaknat orang yang mengubah batas-batas tanah, Allah melaknat orang yang menyesatkan orang buta dari jalanan, Allah melaknat orang yang mencela orang tuanya, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.

Sunan Abu Daud 3870: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Khutsaim ia berkata, “Aku mendengar Sa’id bin Jubair dan Mujahid menceritakan dari Ibnu Abbas tentang seorang gadis yang melakukan perbuatan kaum Luth, ia berkata, “Hukumannya adalah rajam.” 

Musnad Ahmad 2596: Telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Al Khuza’i berkata; telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari ‘Amru bin Abu ‘Amru dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth (homosex/lesbi), maka bunuhlah pelaku dan yang diperlakukannya.”

Sunan Ibnu Majah 2552: Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Abdul ‘A’la, telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Nafi’, telah mengabarkan kepadaku Ashim bin Umar dari Suhail dari Ayahnya dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kalian harus merajamnya, baik sosok yang posisinya di atas atau di bawah secara bersamaan.”

Musnad Ahmad 14561: Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya; Jabir bin Abdillah Radliyallahu’anhu berkata saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: ” Yang paling saya takutkan dari umatku adalah perbuatan kaumnya Luth.”

Shahih Bukhari 3125: Telah bercerita kepada kami Mahmud telah bercerita kepada kami Abu Ahmad telah bercerita kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari Al Aswad dari ‘Abdullah radliallahu ‘anhu berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memaca ayat fahal min muddakir” (“apakah ada yang mengambil pelajaran) ” (QS. Alqomar; 15).

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Salam dari bumi Palembang Darussalam.
Mgs. Armansyah Sutan Sampono Azmatkhan, S.Kom, M.Pd

Kamis, 05 Pebruari 2015