Singapura dan Malaysia Juga Keluhkan Soal Kesetaraan Gender

Ilustrasi Gender.
Sumber :
  • cbc.ca

VIVA.co.id - Masalah ketidaksetaraan gender ternyata tak cuma terjadi di Indonesia. Dua negara tetangga, yakni Singapura dan Malaysia ternyata juga didera persoalan serupa.

Di Malaysia misalnya, dari sebuah hasil penelitian didapat bahwa masalah poligami keluarga yang menjadi salah satu masalahnya.

"70 Persen istri pertama yang diwawancarai membutuhkan konseling setelah suami mereka menikah lagi," kata Executive Director SIS Forum Malaysia, Ratna Osman.

Serupa terjadi di Singapura. Kendati kasus poligami belum sebanyak yang terjadi di Indonesia ataupun Malaysia, namun negara ini tetap menjadikannya fokus perhatian selain masalah lain yang menjadi penyebab ketidaksetaraan gender di negara itu.

"Tindakan poligami, pemerkosaan dalam rumah tangga, perkawinan paksa anak, nikah siri, sunat perempuan dan cara berpakaian adalah ketidakadilan yang mayoritas dialami perempuan," katanya.

Keduanya mengatakan ini dalam konferensi regional "Menuju Keadilan dan Kesetaraan bagi Keluarga Muslim Pada Konteks Beragam" di Yogyakarta, yang digelar sejak Jumat 27 Februari hingga Minggu 1 Maret 2015.

Koordinator Dokumen dan Informasi Rahma, AD. Kusumaningtyas, menambahkan penyebab persoalan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender di Indonesia, Malaysia ataupun Singapura, ditengarai oleh dampak pandangan globalisasi dan fundamentalism.

"Dua pandangan dunia yang mengakibatkan penindakan dan pelanggaran hak asasi perempuan di kehidupan privat dan publik," katanya.

Tak cuma itu, pelanggaran itu juga terkadang diperkuat dengan penggunaan yang salah dari teks-teks keagamaan. Politisasi agama, akhirnya mengakibatkan struktur kekuasaan yang tidak adil bagi perempuan, antara lain melalui kebijakan diskriminatif dan tindak kekerasan atas nama agama dan moral.

"Pembiaraan tindak kekerasan oleh negara ini tidak hanya melemahkan korban tapi juga menjadi norma dan kebiasaan di masyarakat," kata dia.

Kusumaningtyas mencatat,  di Indonesia sepanjang 2013 terdapat 279.760 kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itulah, dalam konferensi tersebut mereka meyakini jika nilai-nilai keadilan dan kesetaraan harus diterapkan di segala aspek kehidupan.

Terkait dengan hal itulah, mereka merekomendasikan kepada negara untuk menyebarluaskan kembali nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.

Kedua, melakukan re-interprestasi terhadap penafsiran teks-teks agama yang bertentangan dengan nilai keadilan dan kesetaraan gender sebagai wujud hak asasi manusia.

Ketiga, meminta pemerintah dan legislatif untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia berdasarkan konstitusi.

Keempat menyerukan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, dan akademisi untuk turut serta dalam menyuarakan nilai-nilai kesetaraan gender baik di ruang private maupun ruang publik.

"Kami juga akan mengajak seluruh masyarakat untuk tetap memastikan tafsiran agama yang berpihak pada keadilan dan kesetaraan gender. Meski kami menyadari itu butuh waktu yang panjang," katanya.


Baca juga:

Perempuan Indonesia Terima Penghargaan di New York

Menteri PPPA Yohana Susana Yembise berbincang dengan tersangka kasus eksploitasi anak usai melakukan jumpa pers di Polres Jakarta Selatan, Jakarta, Minggu (27/3/2016).

Menteri Yohana: Banyak yang Anggap Isu Anak Hal Biasa

"Implementasi hukum sangat lemah."

img_title
VIVA.co.id
27 Maret 2016