JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia rutin mengimpor ikan asin dalam lima tahun terakhir dari negara-negara yang secara luas lautan kalah jauh dengan Indonesia. Alasannya, terdapat beberapa jenis ikan asin yang tidak bisa diproduksi di negara maritim ini.

Indonesia, sebagai negara dengan jumlah luas perairan mencapai 93 ribu km2 atau dapat dikatakan hampir sama dengan setengah wilayah daratannya tercatat mengimpor ikan asin dari empat negara dengan luas lautan kecil. Diantaranya pada 2014 Indonesia mengimpor ikan asin dari Inggris yang hanya mempunyai luas lautan 3.230 km2, sebanyak 800 kg dengan nilai US$ 39.806. Negara pengimpor kedua berasal dari negara tetangga, Singapura dengan total lautnya yang hanya 10 km2 mengirimkan 4 kg ikan asin di tahun 2011 dan 111 kg di tahun 2012 dengan nilai masing-masing US$ 35 dan US$ 2.372.

Negara ketiga berasal dari Jepang yang mempunyai luas laut sebanyak 3.091 km2 pada tahun 2009 mengirimkan 119.380 kg, 2010 34.531 kg, 2011 5.490 kg dan di tahun 2012 sebanyak 5.202 kg dengan nilai masing-masing US$ 515.752 (2009), US$ 138.169 (2010), US$ 29.262 (2011) dan US$ 27.727 (2012). Terakhir, Hongkong dengan luas perairan 50 km2 menjadi pengekspor  ikan asin ke Indonesia di tahun 2009 sebanyak 119.380 kg, tahun 2010 sebanyak 34.531 kg, tahun 2011 sebanyak 5.490 kg dan tahun 2012 sebanyak 5.202 kg dengan nilai masing-masing US$ 515.752 (2009), US$ 138.169 (2010), US$ 29.262 (2011) dan US$ 27.727 (2012).

Data di atas menunjukkan betapa minimnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap para nelayan sendiri, bahkan keempat negara tersebut jika luas perairannya ditambahkan pun hanya bisa menyamai seperlimabelas luas lautan Indonesia. Sungguh tidak rasional dengan jumlah lautan yang begitu luas Indonesia masih kekurangan jenis ikan.

"Tidak ada alasan yang bisa dirasionalkan, produksi dan kualitas ikan kita sangat tinggi dan bisa diadu dengan kualitas serta kuantitas ikan luar," ujar Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) kepada Gresnews.com, Kamis, (25/9).

Menurutnya, impor ikan asin rutin ini akan berpengaruh pada harga jual ikan para nelayan Indonesia, secara luas dampaknya menjatuhkan martabat negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang tidak bisa mensejahterakan 7 juta lebih masyarakat yang bergantung kehidupannya pada wilayah pesisir. Kualitas ikan asin impor pun harus dipertanyakan, kekhawatiran dipergunakannya ikan kualitas rendah dan proses pengasinan yang menggunakan bahan kimia berbahaya membuat pekerjaan rumah tersendiri yang harus diperjelas. Karena faktanya, selama ini Indonesia sering menjadi tong sampah dunia untuk masuknya barang-barang impor murah berkualitas rendah.

"Ada dugaan kuat mafia perikanan, di tengah maraknya ilegal fishing yang seolah tidak mendapat perhatian khusus, sekarang kita dihadapkan kenyataan impor ikan asin. Ditakutkan kejadian seperti impor pakaian, dimana bahan bakunya berasal dari Indonesia, diproduksi di luar dan dipilah kualitas yang rendah dikembalikan ke Indonesia," tutur Slamet.

Terbukti, semakin banyak jumlah kawasan laut, maka akan semakin banyak pula jenis pilihan ikan yang ada, lalu untuk apa lagi jika tak ada golongan-golongan tertentu yang akan diuntungkan dari impor ikan asin ini. Jika berpegang pada alasan tidak tersedianya jenis ikan, hal tersebut dianggap sebagai sebuah cara berpikir yang sempit, karena poin terpenting bukan pada jenis ikan namun jumlah protein yang terkandung, dan ikan Indonesia lagi-lagi mempunyai kadar protein yang juga tinggi.

Sebelumnya, Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), menjelaskan salah satu alasan Indonesia mengimpor ikan asin dikarenakan tidak terdapatnya beberapa jenis ikan asin di Indonesia. "Kalau saya lihat impor ikan asin paling banyak cod (jenis ikan) yang besar. Cod memang tidak bisa dihasilkan di Indonesia," kata Bayu.

BACA JUGA: