Hardiknas Berdarah di Medan

Kajian Psikolog: Penyebab di Balik Pembunuhan Dosen UMSU

Tragedi pembunuhan dosen Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Editor: Muhammad Tazli
ist
Roymando Sah Siregar, mahasiswa semester VI melakukan pembunuhan terhadap dosennya sendiri 

Laporan Wartawan Medan / Nikson Sihombing

TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN - Tragedi pembunuhan dosen Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FKIP UMSU) Nurain Lubis oleh mahasiswanya sendiri, Senin (2/5/2016), membuat duka yang mendalam bagi civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) begitu juga bagi warga Medan. Apalagi tragedi itu terjadi bertepatan di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Melihat kejadian itu, seorang psikolog Medan, Irna Minauli pun berkomentar.

Menurutnya, hubungan mahasiswa dengan dosen seringkali memproyeksikan bagaimana hubungan anak dengan orangtuanya.

Orangtua maupun dosen merupakan cerminan dari figur otoritas.

Sebagaimana layaknya hubungan orangtua, khususnya ibu dan anak, maka hubungan antara dosen dan mahasiswa juga kerap diwarnai konflik.

Sebagai figur otoritas yang memiliki berbagai power (kekuasaan) terhadap mahasiswanya, maka dosen sering memperlihatkan hal tersebut.

Misalnya, dosen memiliki legitimate power karena secara sah dia telah ditunjuk menjadi dosen pembimbing. Selanjutnya, dengan keahlian yang dimilikinya, dosen juga menunjukkan expert power.

"Beberapa dosen mungkin menerapkan coercive power, sehingga mereka memberi hukuman kepada mahasiswanya ketika mereka melakukan kesalahan. Hal inilah kemudian yang menimbulkan kesan tidak menyenangkan di mata mahasiswa," ujar Irna Minauli yang menyampaikan lewat whatsapp.

Padahal, tambahnya, dosen tersebut justru sedang mengoreksi agar mahasiswa tidak melakukan kesalahan serupa.

Psikolog yang sudah cukup senior ini menjelaskan, ketika konflik antara dosen dan mahasiswa terjadi, tanpa disadari akan mencerminkan bagaimana mahasiswa tersebut melihat figur ibunya.

Mereka sering melampiaskan kemarahan layaknya terhadap ibu. Kalau pada umumnya ibu kandung akan lebih memahami kemarahan anaknya, tidak demikian dengan dosen yang tidak bisa menerima perlakuan buruk dari mahasiswanya.

Kemudian ketika mahasiswa memandang figur otoritas dengan cara hormat maka mereka juga akan lebih menerima koreksi tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved