RAYAP TONGKAT SULAIMAN

REPORTASE KENDURI CINTA februari 2015

Sejak sebelum Magrib (13/2/2014), para penggiat Kenduri Cinta berada di plasa Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk persiapan teknis forum maiyahan Kenduri Cinta edisi Pebruari 2015. Setelah Isya, tampak jamaah mulai berdatangan dan memadati pelataran TIM. Seperti tradisi sebelumnya, maiyahan diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran surat An-Naml, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan selawat. Kenduri Cinta kali itu mengangkat tema Rayap Tongkat Sulaiman.

Luqman dan Fahmi yang malam itu ditunjuk sebagai moderator, mengawali maiyahan dengan mengajak jamaah berilustrasi tentang apa yang mereka tangkap dan pahami dari tema yang diangkat. Luqman mbeber kloso dengan sebuah landasan bahwa ada 3 kata yang ada dalam tema yang bisa digali lebih dalam pemaknaannya; rayap, tongkat dan Sulaiman.

“Sulaiman adalah simbol pemimpin, rayap adalah rakyat dan tongkat adalah sistem kekuasaan.”
Yusi, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

Mengelaborasi tema, Taufik mengisahkan Nabi Sulaiman pada saat-saat akhir masa kepemimpinannya. Umat mengetahui wafatnya Nabi Sulaiman setelah beliau terjatuh dengan tongkat yang menopangnya. Tongkat yang dikemudian diceritakan keropos karena dimakan rayap, menandakan telah lama beliau meninggal namun tak ada yang mengetahuinya. Menurut Taufiq hal itu menjadi pertanda bahwa estafet kekuasaan akan segera beralih ke kepemimpinan berikutnya.

Yusi dari Bogor pada kesempatan selanjutnya ikut menginterpretasi tiga kata kunci tema; rayap, tongkat dan Sulaiman. Sulaiman adalah simbol kepemimpinan, rayap adalah rakyat dan tongkat adalah penopang atau sistem kekuasaan. Asriyadi asal Jambi berpendapat Sulaiman adalah simbol tahta, tongkat adalah sesuatu yang ada di bawah tahta dan rayap adalah waktu. Rayap menggerogoti tongkat seperti waktu yang berjalan menggerus kekuasaan. Dapat dimaknai jika kekuasaan tidak mengenal batasnya, maka waktu lah yang akan menghancurkannya.

Berikutnya Hendra dari Pamulang, ia menafsir tema secara literer dan metafor. Secara literer sudah jelas bahwa Rayap Tongkat Sulaiman mengajak kita untuk memasuki sejarah perjalanan Nabi Sulaiman. Namun tema tidak bisa hanya ditangkap secara literer, dengan jalan metafora maka dapat dimaknai bahwa Sulaiman adalah simbol dari kekuasaan, rayap dan tongkat adalah konsekuensi logis yang hadir bersamaan dengan lahir dan munculnya sebuah kekuasaan. Secara kontekstual Hendra kemudian menyambungkan dengan kondisi kekuasaan di Indonesia yang saat ini begitu banyak rayap yang secara perlahan akan menghancurkan kekuasaan.


Adi Pudjo menginterpretasikan kisah rayap yang menggerogoti tongkat Nabi Sulaiman sebagai simbol yang menjelaskan bahwasanya jika kekuasaan sudah mencapai titik puncaknya maka tidak mungkin tumbuh atau berkembang lebih jauh lagi. Terlepas bahwa itu adalah takdir yang sudah digariskan oleh Allah, wafatnya Nabi Sulaiman merupakan pertanda bahwa era Nabi Sulaiman sudah harus segera disudahi dan digantikan oleh pemimpin selanjutnya.

Imam dari Wonosobo, tinggal di Jakarta, mengibaratkan Sulaiman adalah akal dalam diri manusia sedangkan tongkatnya adalah sesuatu yang ada dalam akal manusia, dan rayap adalah sesuatu yang berasal dari luar manusia, sesuatu yang membuat akal manusia tidak berpikir secara jernih.

Rouf dari Purwokerto menyambungkan tema dengan situasi persoalan KPK dan Polri saat ini tengah terjebak dalam konflik, hal yang semestinya tidak terjadi mengingat peran vital kedua lembaga tersebut dalam pemerintahan Indonesia. Rouf berpendapat, jika ibarat ‘Rayap Tongkat Sulaiman’ maka Indonesia saat ini tengah digerogoti oleh rayap-rayap yang sedang berebut kekuasaan. Rouf mengajak hadirin agar mampu bertahan dan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan meski rayap-rayap semakin banyak menggerogoti.

Untuk memberi sedikit jeda, grup vokal Twinkle tampil membawakan nomor-nomor lagunya. Raras Ocvi, salah satu murid Inna Kamarie, tampil apik bernyanyi diiringi gitar akustik membawakan lagu-lagu seperti Give Me One Reason dan Thinking Out Loud, membuat suasana semakin hangat meski angin malam yang dingin berhembus kencang.

“Sulaiman adalah akal dalam diri manusia sedangkan tongkatnya adalah sesuatu yang ada didalam akal, dan rayap adalah sesuatu yang berasal dari luar manusia, sesuatu yang membuat akal tidak berpikir jernih.”
Iman, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

RAYAP TONGKAT SULAIMAN — Kenduri Cinta

JIN DAN RAYAP SULAIMAN

Diskusi maiyahan Kenduri Cinta malam itu menghadirkan beberapa narasumber, salah satunya Suharto Abdul Madjid, dosen di Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti. Ia memaparkan bahan diskusi berhubungan dengan dunia penerbangan di Indonesia. Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya pemerintah telah menyusun UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mengatur regulasi tata kelola manajemen transportasi udara di Indonesia. Saat ini, regulasi penerbangan masih diatur oleh Singapura dan Malaysia karena Indonesia belum mampu mengaplikasikan regulasi, salah satu kendalanya karena infrastruktur yang belum memadai. Menurut Suharto, jika pemerintah Indonesia dalam 3 tahun kedepan tidak mampu mengaplikasikan regulasi yang tercantum dalam undang-undang tentang penerbangan itu, maka Indonesia baru diperbolehkan mengatur manajemen penerbangan pada tahun 2023.

Transportasi merupakan pondasi kekuatan ekonomi. Sebelumnya kita sudah memiliki Deklarasi Juanda sebagai dasar kedaulatan maritim, maka seharusnya di udara kita juga sepatutnya memiliki kedaulatan serupa. Terlebih lagi transportasi udara saat ini sudah menjadi wilayah strategis dalam bidang ekonomi. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, Indonesia memiliki pasar besar dalam bidang ekonomi. Dalam industri transportasi udara, jika dibandingkan dengan Singapura — yang justru tidak memiliki jalur penerbangan domestik — tetapi justru Singapura menjadi salah satu tempat transit utama penerbangan antar negara di Asia.

Terkait beberapa insiden yang menimpa dunia penerbangan, Suharto menggarisbawahi isu adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dalam persoalan izin penerbangan. Menurut Suharto, ketika insiden terjadi, pemerintah terlihat panik dan tidak siap. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sebuah statement yang mengatakan pesawat tidak memiliki izin terbang. Suharto menyayangkan hal itu.


Duduk di samping Suharto adalah Randi Muharriman dari Pelajar Islam Indonesia, malam itu ia ikut memaknai tema, tentu berdasar pada persepsi dan gagasan pribadinya. Dalam penjelasannya, setidaknya ada 3 tokoh saat terjadi wafatnya Nabi Sulaiman: Nabi Sulaiman, jin dan rayap. Dari 3 tokoh ini, Randi menjelaskan tafsirnya, kekuasaan Sulaiman sejatinya sudah runtuh namun disaat bersamaan jin — yang dikisahkan mengabdi kepada Nabi Sulaiman — tidak menyadari bahwa Nabi Sulaiman telah wafat.

Allah kemudian memberikan kuasa kepada rayap untuk menggerogoti tongkat Nabi Sulaiman untuk meruntuhkan tongkat yang menopang tubuh Nabi Sulaiman di singgasananya. Ketika tongkat itu runtuh, tubuh Nabi Sulaiman tidak mampu menopang dan robohlah tubuh beliau, itulah momen saat jin menyadari bahwa Nabi Sulaiman telah lama wafat.

Ia tambahkan, sejatinya politik kekuasaan Barat yang berlandaskan asas demokrasi liberal dengan bumbu kapitalismenya, sebenarnya sudah dalam keadaan yang rapuh. Menurut Randi, dalam tongkat kekuasaan Barat terdapat banyak sekali rayap yang menggerogoti da ia meyakini dalam waktu dekat kekuasaan Barat akan segera runtuh. Randi mengharapkan, saat ini kita harus menjadi rayap dalam tongkat kekuasaan. Kita lah yang harus menggerogoti tongkat tersebut, untuk memberikan informasi kepada “jin ifrit” bahwa kekuasaan yang ada saat ini sebenarnya sudah runtuh.

“Konstruksi berpikir kita (tentang benar dan salah) harus benar terlebih dahulu. Karena benar atau salah itu bukan masalah hitam-putih. Penyikapan setiap bidang ilmu juga berbeda terhadap benar dan salah.”
Sabrang M.D.P, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

RAYAP TONGKAT SULAIMAN — Kenduri Cinta

TELADAN DAKWAH PARA NABI

Memoderasi forum, Luqman memberi kesempatan jamaah untuk merespon diskusi. Ali dari Malang lantas urun pendapat, menurutnya yang menjadi ‘tongkat’ adalah Pancasila, apabila kita benar-benar mengamalkan Pancasila, maka impian yang tercantum dalam sila kelima bukan hal yang sulit untuk diraih. Ali mengibaratkan sila pertama seperti sumber energi pada sebuah televisi. Ketika televisi dinyalakan, terlebih dulu disambungkan dengan sumber energi listrik melalui kabel pembangkit dayanya. Sila kelima adalah hasil dari apa yang ditampilkan dalam layar televisi. Sila kedua, ketiga dan keempat adalah peristiwa yang terjadi didalam tabung televisi itu.

Luqman kemudian mempersilakan Ust. Khotibul Umam untuk berbagi ilmunya. Dalam sejarah peradaban Islam, nabi dan rasul memiliki keseragaman dalam cara berdakwah. Ia lalu mencontohkan bagaimana Nabi Ibrahim berdakwah dengan tidak mengutuk orang-orang yang tidak mau mengikuti ajarannya, namun mengembalikan kepada Allah bagaimana akan memutuskan kehidupan orang-orang yang tidak mau tunduk itu. Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW, ketika beliau bertemu dengan orang-orang yang tidak setuju dengan Islam, bahkan membencinya, Nabi tidak membalas dengan kebencian serupa, tetapi mendoakan mereka dan meminta kepada Allah agar mereka diberi petunjuk atas ketidaktahuannya. Ust. Khotibul Umam menyayangkan dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini, dimana kalimat suci ‘Allahu Akbar’ sering diwujudkan dalam peristiwa anarkis, hal ini mengakibatkan Islam dirugikan secara esensial.

Ust. Khotibul Umam malam itu mengapresiasi suasana Kenduri Cinta yang mampu menciptakan suasana yang harmonis. Di Kenduri Cinta, ia melihat tidak ada batas antara laki-laki dan perempuan karena semua menyadari dirinya sebagai manusia, bukan sebagai laki-laki atau perempuan. Ia menggarisbawahi, seperti inilah Islam seharusnya, tanda alim salehnya seseorang bukan diukur dari bagaimana ia berpakaian, bagaimana penampilan luarnya, melainkan diukur dari seberapa besar manfaatnya bagi orang-orang di sekitarnya. Kini bukan saatnya lagi untuk berdebat apakah kita nanti masuk surga atau tidak, yang seharusnya kita lakukan adalah membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alaamiin.

“Fisika bukan membuktikan yang benar atau salah, fisika itu membuktikan bahwa teorinya (sampai saat ini) belum salah.”

Sabrang M.D.P, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

RAYAP TONGKAT SULAIMAN — Kenduri Cinta

SULAIMAN BIASA SAJA

Malam semakin larut. Pada sesi selanjutnya, Hendi mempresentasikan data-data, melalui penelitian yang telah dilakukan oleh timnya, ia membuktikan bahwa peradaban atau kerajaan Nabi Sulaiman terletak di Indonesia, tepatnya di sekitar candi Borobudur.

Toto Rahardjo malam itu ikut hadir bersilaturahmi bersama jamaah Kenduri Cinta. Toto Rahardjo yang baru saja merilis buku Sekolah Biasa Saja, merespon pemateri dengan mengingatkan bahwa di Maiyah semua orang boleh tampil dan menyampaikan informasi apa saja, meski demikian hadirin juga diberi kebebasan untuk menanggapi, mereka tidak harus menyetujui sepenuhnya juga tidak harus membantahnya. Di Maiyah, semua diterima sebagai ilmu, semua memiliki kesadaran untuk meneliti. Ia berkelakar, jika ia menulis buku tentang Sulaiman, maka ia akan memberinya judul Sulaiman Biasa Saja.

“Konstruksi berpikir kita (tentang benar dan salah) harus benar terlebih dahulu. Karena benar atau salah itu bukan masalah hitam-putih. Penyikapan setiap bidang ilmu juga berbeda terhadap benar dan salah,” Sabrang mengawali menanggapi bahasan soal penelitian peradaban Nabi Sulaiman di Indonesia.

Sabrang mengibaratkan ‘benar’ dan ‘salah’ itu seperti kamera dan lensanya. Ketika lensa kamera tidak fokus maka hasil gambarnya akan blur. Contoh, fotografer yang memotret objek bunga, ketika lensanya tidak fokus maka hasil gambar bunganya akan blur, tetapi tetaplah dinyatakan benar adanya, potret itu adalah gambar bunga, meskipun dengan tingkat kualitas gambar yang tidak jelas karena tidak fokusnya lensa terhadap objek. Sabrang mengajak jamaah berpikir, bahwasanya “benar tetapi blur” itu tetap saja bisa disebut sebagai kebenaran.


Melanjutkan tentang konsep ‘benar’ dan ‘salah’, penjelasan analogi ‘lensa’ sebelumnya tidaklah dengan mudah digunakan di ranah keilmuan lainnya. Misalnya dalam dunia matematika. Pada matematika sebuah kebenaran baru akan diakui ketika ia jelas faktanya. “Pembuktian matematika dari kebenaran yang lebih kecil, kebenaran yang rumit pasti ada bukti dari kebenaran yang lebih simple. Matematika memiliki kebenaran yang sangat presisi, meskipun tetap ada anomali-anomali,” lanjut Sabrang.

Berbeda dengan matematika, dalam dunia fisika pembuktian kebenaran didapat dari pembuktian di alam, dengan cara eksperimen. Fisika lebih “blur” dari matematika. “Fisika itu bukan membuktikan benar atau salah, fisika itu membuktikan bahwa teorinya (sampai saat ini) belum salah,” jelas Sabrang. Seperti teori Newton yang dikemudian hari semakin dibenarkan dengan teori relativitasnya Einstein. Pada ilmu biologi lebih “blur” lagi. Dokter mendiagnosa penyakit tidak mutlak menggunakan rumus baku, ia lebih membaca gejala. Dalam ilmu sains ada term ‘educated guess’ yaitu menebak dengan terpelajar.

Melangkah lebih jauh, Sabrang menjelaskan, dalam ilmu sosial lebih banyak lagi faktor yang mempengaruhi kebenarannya. Sejarah jauh lebih “blur” dari ilmu-ilmu sains lainnya. Tidak seperti matematika dan fisika, ilmu sejarah memiliki banyak versi-versi kebenaran. Ia contohkan sejarah Diponegoro yang memiliki banyak versi dari berbagai fakta yang ditemukan dalam proses penelitian sejarahnya. “Satu-satunya senjata yang bisa digunakan untuk mengkonfirmasi kebenaran sejarah adalah konsistensi data-data,” terang Sabrang.

Dalam penelitian peradaban Nabi Sulaiman, masih ada banyak versi tentang hal itu. Ada penelitian menyatakan candi Borobudur adalah peninggalan kisah Mahabarata, ada versi lain yang menyatakan candi Borobudur adalah monumen peradaban bangsa Nusantara kuno. Sabrang menyatakan bahwa itu semua merupakan teori-teori yang sangat mungkin, sehingga kebenaran dari teori-teori itu akan terlihat dari hasil elaborasi cerita-cerita yang konsisten dalam pembuktian faktanya. Faktor konsistensi dalam merumuskan kebenaran-kebenaran sejarah merupakan faktor yang sangat penting.

“Kalau kita mencari kebenaran yang detil dengan Alquran, kita justru tidak diberi kesempatan untuk berusaha oleh Tuhan, untuk ber-ijtihad.”

Sabrang M.D.P, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

RAYAP TONGKAT SULAIMAN — Kenduri Cinta

KEPASTIAN AKAN KEHENDAK BEBAS

Pemilihan tema merupakan cara para penggiat Kenduri Cinta untuk menyampaikan bahwa sudah tidak ada lagi kepemimpinan. Seperti yang dikisahkan dalam peristiwa wafatnya Nabi Sulaiman, umatnya masih bekerja tanpa menyadari bahwa pemimpinnya telah wafat. Tema, menurut Sabrang, merupakan sebuah analogi yang dialami oleh bangsa ini, dimana kepemimpinan sudah tidak ada tetapi rakyatnya tidak mengetahui. Agar rakyat tahu bahwa kepemimpinan sudah tidak ada, diperlukan rayap utnuk menggerogoti tongkat, tanda kekuasaan sudah harus segera digantikan dengan yang baru.

Toto Rahardjo kemudian mengambil-alih forum dengan memberikan kesempatan kepada jamaah untuk merespon pemateri. Setelah beberapa respon, Sabrang melanjutkan sekaligus menjawab pertanyaan tentang bagaimana membuktikan -2 x -2 = 4, bagaimanakah sesuatu yang minus dikalikan minus bisa menjadi plus.

“Matematika bukanlah ilmu berhitung, melainkan bahasa logika,” terang Sabrang. Mengaplikasikan matematika bukan dengan cara menggabungkannya dengan wujud benda secara fisik saja, seperti misalnya -2 (minus dua) kemudian disamakan dengan ‘hutang dua’, tidak demikian adanya. Saat kita menggunakan wujud fisik dalam aplikasi matematika, justru kita tidak akan menemukan kebenaran matematikanya. Ketika kita membayangkan kebendaan maka kita memasuki ranah fisika bukan matematika. “Logika adalah mekanisme konsistensi berpikir benar-salah, sebab-akibat, hitam-putih dan seterusnya,” Sabrang sampaikan.

Dalam pandangan Sabrang, Alquran tidak berlawanan dengan sains, ia tidak sependapat dengan pernyataan yang mengatakan: ketika sains dan Alquran menemukan kebenaran yang sama lalu selesailah pencarian kebenaran. Menurutnya, Alquran adalah sumber petunjuk, hal itu jelas dikatakan oleh Alquran sendiri.

Secara sederhana, Sabrang mencontohkan sebuah rambu lalu lintas yang menunjuk arah menuju Jogja. Rambu lalu lintas hanyalah sebuah petunjuk, bukan Jogja itu sendiri, rambu itulah yang bisa mengantar kita menuju tujuan. Begitu juga dengan Alquran, dia bukan buku sejarah, melainkan memberi petunjuk tentang kesejarahan. Dia juga bukan buku sains, tetapi memberikan petunjuk menuju sains, dan seterusnya. Dia bukan buku pelajaran yang memberikan kesimpulan secara jelas, melainkan memberi kita jalan keluar melalui cara-cara berpikir yang berbeda, eksplorasi yang berbeda, bisa menemukan matematika, fisika dan sebagainya. Alquran memberi kita petunjuk agar kita mencari lebih jauh lagi.

“Kalau kita mencari kejelasan atau kebenaran akan sesuatu yang detil dengan Alquran justru itu namanya kita tidak diberi kesempatan untuk berusaha, untuk ber-ijtihad oleh Tuhan,” lanjut Sabrang.


Melalui paparannya, Sabrang menyarankan kepada tim peneliti ‘candi Borobudur sebagai peninggalan peradaban Nabi Sulaiman’ agar mempresentasikan penelitiannya sebagai sebuah media ijtihad, mencari kebenaran, daripada digunakan untuk klaim kebenaran.

“Semakin bisa kita menjawab, semakin kita komprehensif dari segala sisinya, semakin solid dia (buku) sebagai ilmu. Tidak hanya ijtihad menuju ilmu, tetapi sudah menjadi ilmu. Salah satu ciri dari sains adalah ketika dia memiliki teori kemudian dia bisa memprediksi apa yang terjadi dengan bahan-bahan yang ada, karena dia memiliki pola,” lanjut Sabrang yang kemudian mencontohkan bagaimana fisika bisa memprediksi kecepatan benda bergerak, berapa sudutnya dan seterusnya. Dalam fisika, benda belum digerakkan tetapi bisa diprediksi akan jatuh dimana dan akan menghabiskan berapa lama waktunya, baru kemudian prediksi dibuktikan dengan praktek.

Dalam implementasi keilmuan modern, sebuah tesis yang akan dikeluarkan diharuskan mempelajari tesis sama sebelumnya atau terdahulu, sehingga tesis baru mampu digunakan untuk membantah tesis lama untuk kemudian bisa dijadikan landasan kebenaran baru. Bahasa Alquran bersayap-sayap dengan sedemikian luar biasa interpretasinya, hal itu karena Alquran tidak hanya bertanggung jawab untuk menjadi petunjuk kepada sejarah, tetapi juga bertanggung jawab menjadi petunjuk menuju sains, bertanggung jawab menjadi petunjuk terhadap cara hidup dan pemahaman hidup. Maka dari itu, dalam setiap informasi bahasa dalam Alquran bisa menjadi multi interpretasi dalam pemaknaannya, disinilah konsistensi dibutuhkan, sehingga kebenaran suatu penelitian sanggup dipertahankan kualitas keilmuannya.


Menyambungkan ke pertanyaan tentang konsep ‘positif’ dan ‘negatif’, Sabrang merespon, alam sejatinya netral, tidak ada positif dan negatif karena yang bisa menyatakan sesuatu hal diluar diri kita apakah itu positif atau negatif adalah diri kita sendiri berdasarkan cara pandang dan sudut pandang kita masing-masing. Meskipun negatif kita hilangkan lalu mengangkat sesuatu yang positif maka hasil dari positif itu tadi tetap akan menghasilkan hal yang mengandung negatif dan positif. Setiap titik langkah pasti ada titik positif dan negatifnya.

Perihal sebab-akibat, Sabrang menjelaskan bahwa semua hal dalam kehidupan manusia merupakan hasil rangkaian dari sebab-akibat, hidup dari awal sampai akhir adalah sebab-akibat. “Setiap sebab mengandung akibat, setiap akibat adalah sebab untuk akibat berikutnya,” Sabrang lalu menarik lebih tinggi, “Kalau hidupmu hanya sebab-akibat, lalu dimanakah letak free will?” Hal itu yang kemudian menjadi paradoks, sebab seseorang mampu menyatakan bahwa suatu peristiwa itu negatif atau positif pun merupakan akibat dari ‘sebab’ pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Maka dari itu, pada setiap titik sudah pasti akan memiliki sudut pandang berbeda-beda, karena ‘sebab’ setiap orang pasti juga berbeda-beda, sudah pasti setiap orang akan menemukan kebenaran yang berbeda-beda juga.

Hal itu ibarat seekor gajah yang dikelilingi 50 orang, kemudian menggambarnya. Hasil gambar setiap orang pasti berbeda satu sama lain. Lalu manakah gambar gajah yang benar? Maka jawabnya: semua adalah benar. Tetapi, selengkap-lengkapnya gambar, tetap saja itu hanya sebuah gambar, bukan gajah. Untuk mengetahui kebenaran sejati tentang gajah, tidak lain kita harus menjadi gajah. Lebih dalam lagi, ketika pun kita telah menjadi gajah, apakah kita masih mengingat bahwa sebelumnya kita memiliki pertanyaan tentang gajah?

Sabrang menyampaikan keterpukauannya bagaimana Islam memberikan pilihan-pilihan kepada manusia. Ia memberi contoh sebuah ayat yang memberi kita pilihan saat kita dipukul oleh orang lain: memaafkan atau membalasnya. Ketika kita memutuskan memilih salah satu dari dua pilihan itu, kita menyadari bahwa pilihan itu merupakan akibat dari sebab yang diberikan oleh Tuhan, sehingga akibat yang ditimbulkan adalah akibat yang diberikan oleh Tuhan. Atau yang lebih ‘blur’ lagi, ketika kita tidak mengetahui landasannya dalam Alquran, kita seringkali menggunakan kalimat “bismillah” sebagai niat awal perbuatan. Dengan mengawali itu, kita meyakini bahwa ‘sebab’ kita melakukan sesuatu berasal dari Tuhan, sehingga ‘akibat’ apapun yang ditimbulkan nantinya juga diharapkan akan diridai Tuhan.

“Kalau kita tahu mekanisme sebab-akibat maka kita tahu titik kita dimana. Titik kita bukanlah ketika kita berinisiatif tetapi kenapa kita berinisiatif,” papar Sabrang. Bahwa setiap ‘akibat’ yang ditimbulkan memang tidak selalu indah, tetapi jika kita meyakini bahwa itu berasal dari Tuhan maka bisa dipastikan akan menjadi manfaat bagi diri kita. Yang perlu diingat, informasi dari Tuhan datang dari arah mana saja dan dari apa saja.

“Dengan mengetahui mekanisme sebab-akibat maka kita tahu dimana titik kita. Titik kita bukanlah ketika kita berinisiatif tetapi kenapa kita berinisiatif.”

Sabrang M.D.P, Kenduri Cinta (Feb, 2015)

RAYAP TONGKAT SULAIMAN — Kenduri Cinta

LAUHIL MAHFUDZ

Menambahkan materi, Toto Rahardjo katakan dalam bukunya ia menulis: 10 kg beras dikurangi 5 kg maka dimensi pengurangannya bisa berupa dicuri, dirampok atau memang dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama. Toto mencoba mengelaborasi hubungan pendidikan sosial dengan pendekatan matematika dalam proses pembelajaran di sekolah alam binaannya di Jogja.

Inna Kamarie tidak ketinggalan ikut memberikan pemaparannya mengenai takdir. Dari hasil diskusinya dengan beberapa orang, Inna berpendapat, seseorang yang sudah meyakini bahwa yang sudah terjadi dan yang akan terjadi merupakan takdir dan ketentuan yang sudah ditetapkan Allah maka hidupnya akan bahagia. Takdir sudah tertulis dalam lauhil mahfudz, hanya saja kita tidak mengetahui seperti apa bentuk dituliskannya takdir kita di lauhil mahfudz, apakah seperti novel, cerpen, skripsi atau seperti apa.

Sabrang menanggapi Inna Kamarie dengan sekedar memberi alternatif cara berpikir dalam menyikapi takdir. Layaknya permainan Mario Bros, semua pergerakan yang dilakukan oleh aktor permainan sejatinya sudah tertulis dalam kartu memori kaset yang tertanam dalam mesin permainan tersebut. Bahwa ketika kita menekan sebuah tombol, kemudian Mario itu melompat dalam arena permainan di layar televisi, sebenarnya logika dan algoritmanya sudah tertanam di mesin yang menjalankan permainan itu.

Mario memiliki pilihan untuk melompat, berlari, memecah tembok, menginjak kura-kura dan seterusnya, yang sebenarnya aktivitas-aktivitas itu sudah tertulis di mesin permainan. Bahwa kemudian ia memilih untuk melompat, lari, memecah tembok dan seterusnya itu merupakan pilihan dari orang yang memainkannya. Tetapi apa yang kita pilih itu tidak mungkin keluar dari apa yang sudah tertulis dalam bahasa pemrograman yang sudah ditanamkan dalam permainan. Sabrang melanjutkan bahwa meskipun kita sudah ditakdirkan untuk menjadi ini, menjadi itu, untuk bergerak kesana kemari, itu semuanya murni adalah pilihan kita meskipun memang sebenarnya sudah tertulis di lauhil mahfudz, karena kalau tidak tertulis, jelas sangat tidak mungkin kita bisa melakukannya.


Memuncaki, Ust. Noorshofa memberikan resume. Ada 3 permintaan Nabi Sulaiman kepada Allah. Pertama, Nabi Sulaiman meminta diberi sebuah kerajaan yang tidak ada duanya, Allah kemudian mengabulkan permintaan ini. Kedua, Nabi Sulaiman meminta kepada Allah agar diberikan kemampuan membuat suatu kebijakan yang merupakan hasil dari kebijakan Allah, Allah pun mengabulkan permintaan ini. Ketiga, Nabi Sulaiman meminta kepada Allah agar siapa saja yang memasuki Baitul Maqdis, maka ketika ia keluar semua dosa-dosanya diampuni, Allah tidak mengabulkan permintaan ketiga Nabi Sulaiman ini. Hal itu mengandung hikmah yang luar biasa, karena saat ini hampir semua umat manusia lintas agama memasuki Baitul Maqdis, benarlah keputusan Allah tidak mengabulkan permintaan ketiga Nabi Sulaiman tersebut.

“Alquran yang kita baca hari ini sama dengan Alquran yang ada pada 14 abad yang lalu. Begitu juga Alquran pada 20 abad yang akan datang, masih sama dengan Alquran hari ini,” ucap Ust. Noorshofa, “Alquran akan menjawab tantangan semua manusia, ketika manusia berpikir dengan sederhana maka Alquran akan menjawab sederhana. Begitu juga ketika manusia berpikir dengan teknologi, Alquran juga akan menjawab dengan teknologi. Alquran tidak akan kalah dengan tantangan manusia.”

Rapuhnya tongkat Nabi Sulaiman yang dimakan oleh rayap merupakan sebuah pembuktian bagaimana jin ternyata tidak mampu membaca hal-hal yang gaib termasuk kematian, disinilah Allah memberi pelajaran bahwa jin juga tidak mampu mendeteksi datangnya kematian. Dalam sebuah riwayat tafsir Ibnu Katsir, wafatnya Nabi Sulaiman baru diketahui setelah satu tahun sejak dicabutnya nyawa beliau oleh Allah. Dalam literatur juga dijelaskan bahwa hal itu merupakan permintaan Nabi Sulaiman kepada Allah yang meminta agar ia dimatikan dan jin tidak mengetahui peristiwa tersebut.

Allah menjadikan Nabi Adam sebagai contoh yang juga patut kita teladani. Nabi Adam adalah nabi yang Allah sendiri menciptakannya, meniupkan ruhnya dan Allah sendiri pula yang mengajari Nabi Adam ilmu pengetahuan, maka Nabi Adam adalah manusia paling jenius. Allah menjelaskan ini dalam Surat Ali Imron ayat 33: “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” Sekitar pukul 3 dinihari, Kenduri Cinta ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ust. Noorshofa.

shortlink: kenduri.in/kcfeb15