TEMPO.CO, Jakarta - Rita Krisnawati, 27 tahun, tenaga kerja wanita asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Penang. Kabar tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah berdasarkan hasil sidang tuntutan yang baru saja digelar di Malaysia, Senin, 30 Mei 2016.
"Pagi tadi, Mahkamah Tinggi Penang memvonis Rita dengan tuduhan kepemilikan narkoba. Ini sidang yang kesekian kalinya," kata Anis kepada Tempo, Senin, 30 Mei 2016.
Anis menyayangkan majelis hakim yang tidak mengangkat fakta ke persidangan. Ada bukti percakapan yang menunjukkan bahwa Rita tidak mengetahui mengenai barang yang ia bawa itu. Anis mengatakan pihaknya telah berupaya mendorong hakim untuk mempertimbangkan fakta tersebut. "Namun itu tidak jadi bagian dari amar putusan," ujarnya.
Atas vonis tersebut, Anis mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengajukan upaya hukum banding guna meringankan hukuman Rita. Anis menyebutkan pihaknya juga telah berupaya memberikan pendampingan kepada Rita selama proses hukum berlangsung.
Meski pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengacara, Anis mengatakan bukanlah perkara mudah mendampingi tersangka dengan kasus yang dituntut dengan hukuman mati. "Perlu kegigihan dan intensitas tinggi bagaimana mencari bukti yang meringankan dia. Semoga ada ruang untuk melakukan itu," ucap Anis.
Rita bukanlah satu-satunya warga Indonesia yang sedang menghadapi tuntutan hukuman mati akibat terjebak sindikat jaringan narkoba. Setidaknya, dari 212 orang yang harus menghadapi hukuman mati, mayoritas tuduhannya adalah kepemilikan narkoba.
Anis juga meminta pemerintah Indonesia agar memberikan pendampingan terhadap keluarga Rita untuk melanjutkan proses banding di Malaysia. Ia berharap upaya itu terus dilakukan untuk meringankan hukuman Rita.
Kasus Rita telah bergulir sejak 2013. Rita kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu-sabu saat transit di bandara Malaysia. Atas tuduhan tersebut, ia dijerat Pasal 39B Akta Dadah Berbahaya Tahun 1952 dengan ancaman hukuman gantung jika terbukti bersalah.
LARISSA HUDA