"Ada yang ke Agus-Sylvi, Ahok-Djarot dan ada yang ke Anies-Sandiaga, itu Pak Yani cs," ucap Dimyati kepada detikcom, Sabtu (22/10/2016).
Dimyati mengurai, kelompok pertama yaitu Romahurmuziy dkk adalah kepengurusan hasil Muktamar di Pondok Gede yang mengantongi SK Menkum HAM mendukung Agus-Sylviana. Ada kubu Djan Faridz yang mengantongi putusan MA yang tidak diakomodir Menkum HAM. Kubu ini mendukung Ahok-Djarot.
Yani dkk dianggap tidak berada di kubu Romi ataupun Djan. Namun dari gugatannya itu terbit putusan MA yang justru mensahkan kepengurusan Djan Faridz.
Baca juga: MA Putuskan PPP yang Sah Kubu Djan Faridz
"Muktamar Bandung Ahmad Yani cs dianggap (MA) tidak relevan, Muktamar Surayabaya Romi cs dianggap tidak sah. Keluarlah putusan MA 601 yang mensahkan kepengurusan Djan Faridz," ujar anggota DPR RI itu.
Pasca putusan MA yang mengesahkan kubu Djan itu, pemerintah melalui Menkum HAM memediasi dengan menyarankan agar digelar sekali lagi Muktamar untuk islah semua kubu. Namun kubu Djan menolak muktamar itu, sedangkan kubu Romi ikut. Tapi oleh Menkum HAM hasil muktamar baru itu tetap diakui, hingga keluarlah SK yang sahkan Romi dkk sebagai hasil Muktamar islah.
Baca juga: Ini Alasan Menkum HAM Tak Terbitkan SK untuk PPP Djan Faridz
"Kita berharap minggu depan SK Menkum HAM disesuaikan dengan putusan MA," harap anggota DPR asal Dapil Jakarta itu soal surat permintaan kubu Djan ke Menkum HAM.
Dimyati lalu menyinggung jawaban Menkum HAM Yasonna Laoly yang sekarang selalu menjawab sedang mengkaji gugatan Djan, padahal sebelumnya yakin dengan SK untuk Romahurmuziy.
"Pak Yasonna itu doktor hukum. Dia akan taat hukum, mungkin dia belum baca putusan MA. Kalau sudah baca saya berharap PPP bisa satu dan ikut Pemilu 2019," imbuhnya.
Sementara, Ahmad Yani saat dihubungi belum merespons soal dia menjadi kubu tersendiri dan mendukung Anies-Sandiaga di Pilgub DKI 2017. (bal/tor)