Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Cari Kerja, Sarjana Pendidikan Fisika dengan IPK 3,49 Jual Jamu Keliling

Kompas.com - 11/04/2015, 01:20 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com — "Hidup itu proses, tidak bisa instan. Segala yang pahit ketika dijalani dengan ikhlas maka akan berbuah manis," itulah sepenggal kalimat yang terucap dari mulut Sutriyani (23), sarjana Pendidikan Fisika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta dengan IPK 3,49 yang saat ini berjualan jamu keliling.

Berjualan jamu keliling sebenarnya bukanlah pilihan perempuan yang diwisuda pada Desember 2014 ini. Namun, karena setelah wisuda tahun lalu tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, anak terakhir dari dua bersaudara ini pun berjualan jamu keliling membantu sang ibu.

"Setelah lulus, saya sih inginnya bekerja jadi guru atau di perusahaan," ujar Sutriyani saat ditemui Kompas.com di rumahnya, di Dusun Samen RT 1, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Jumat (10/4/2015).

Lulus S-1 dalam waktu 3,5 tahun dan mendapat IPK 3,49 tak menjamin Sutriyani mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Padahal, niatnya sekolah hingga meraih gelar sarjana adalah agar bisa mendapat pekerjaan dan membahagiakan keluarganya yang selama ini hidup dalam segala keterbatasan.

Setiap kali mendapat panggilan dan menjalani tes, Sutriyani selalu gagal di tahap akhir meski nilai tesnya paling tinggi dibandingkan pelamar-pelamar lainnya.

"Setiap tes kerja, nilai saya tertinggi. Tapi ternyata yang diterima itu lewat bantuan orang dalam dan ada juga yang bayar. Saya enggak punya uang, ya sudah," tegasnya.

Sebelum memutuskan untuk berjualan jamu keliling, Sutriyani juga pernah mencoba bekerja di tempat kenalannya yang berjualan nasi goreng. Namun, karena waktunya sampai pukul 02.00 WIB, ia pun memutuskan untuk berhenti.

Sambil menunggu mendapat pekerjaan lain, pada bulan Februari 2015 Sutriyani mulai berjualan jamu keliling yang dari tahun 2010 dirintis oleh ibunya. Setiap hari ia harus berkeliling menjual jamu menggunakan sepeda. Namun, setelah harga BBM turun, ia memutuskan berkeliling dengan sepeda motor.

"Saya izin ke ibu jualan pakai sepeda motor, kan harga BBM turun. Lalu saya pesen rombong baru, eh sekarang BBM naik lagi," keluhnya.

Tak tanggung-tanggung, mulai pukul 10.00 WIB, Sutriyani berangkat dari rumah menggunakan sepeda motor dan mulai menjelajahi setiap pelosok Kabupaten Bantul untuk menjajakan jamunya. Perempuan yang pandai memasak ini pun baru kembali tiba di rumah sekitar pukul 20.00 WIB.

"Sampai pelosok-pelosok, jarak tempuh dari rumah sekitar 1 sampai 2 jam," ucapnya.

Tidak malu

Meski bertitel S-1 dengan IPK tergolong tinggi, yakni 3,49, Sutriyani mengaku tidak malu. Justru ia menjalaninya dengan senang hati dan penuh semangat karena hanya berjualan jamulah jalan satu-satunya mendapatkan uang untuk membantu perekonomian keluarga.

Selama berjualan jamu, Sutriyani yang notabene sarjana sering mendapat cibiran dari beberapa orang. Namun, cibiran itulah yang justru mendorongnya untuk bangkit dan lebih bekerja keras.

"Ini yang baru bisa saya lakukan untuk keluarga. Kenapa malu sarjana jualan jamu, kan halal. Semua itu kan butuh proses," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com