Sukses

'Matinya' Kedaulatan Rakyat Indonesia Disorot Dunia

Keputusan DPR soal RUU Pilkada mengalihkan hak elektoral dari rakyat ke elit parpol. Ironi di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Jumat 26 September 2014 pukul 02.00 dini hari, sebuah keputusan mahapenting dikeluarkan DPR lewat RUU Pilkada: mengembalikan pemilihan kepala daerah -- gubernur, walikota, bupati -- ke para legislator. Mengambil hak itu dari rakyat yang sebelumnya bisa memilih langsung pemimpinnya.  

Oleh pendukungnya, keputusan tersebut dianggap bisa menghemat biaya pemilihan langsung dan meminimalisasi konflik. Bagi penentangnya, itu pengkhianatan demokrasi. Matinya kedaulatan rakyat.

Tak hanya jadi perdebatan panas di Indonesia, keputusan kontroversial tersebut juga jadi sorotan di dunia.

Situs berita Amerika Serikat, CNN hari ini memuat artikel berjudul 'Indonesians lose right to directly elect governors, mayors' -- 'Rakyat Indonesia kehilangan hak untuk memilih langsung gubernur, walikota'. Juga The New York Times yang memuat artikel, "Parliament in Indonesia Rolls Back Election Rights".

Pun dengan situs berita Inggris, Guardian, dengan artikel berjudul 'Indonesian parliament scraps direct elections, undermining Joko Widodo'

"Pemungutan suara didukung oleh Prabowo, yang dikalahkan Joko Widodo dalam pemilihan presiden. Mengembalikan sistem pemilu kembali ke era Soeharto," demikian dimuat Guardian, Jumat (26/9/2014).

Pemilihan walikota, bupati, dan gubernur secara langsung dimulai tahun 2005. Proses itu dilihat sebagai bagian penting  transisi demokrasi setelah kejatuhan rezim Soeharto.

Situs berita Wall Street Journal, dalam artikelnya yang berjudul 'Indonesia Lawmakers Vote to End Direct Regional Elections'  memuat kalimat awal (lead) yang menohok.

"Anggota dewan di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia melakukan pemungutan suara, yang akibatnya justru membuat negaranya menjadi kurang demokratis." Ironis.

Sementara, situs Bloomberg menyoroti salah satu dampak dibatalkannya pemilihan langsung. "Parlemen meloloskan RUU yang menghapus pemilihan langsung, yang mengakhiri sistem yang berlaku selama 1 dekade -- demokrasi daerah yang menghasilkan pemimpin seperti Joko Widodo.

"Sulit untuk tidak melihat RUU ini sebagai manuver politik -- untuk mengambil alih kembali hak dalam pemilu dari rakyat ke para pemimpin dan elit partai -- terkait kekalahan dalam pemilihan presiden," kata Andrew Thornley, direktur program pemilu The Asia Foundation seperti dimuat Bloomberg.

Media di Benua Asia juga tak ketinggalan menyoroti putusan tersebut. Yakni The Straits Times dan The Malay Online.

Situs Australia, Sydney Morning Herald menyoroti sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengumumkan pihaknya akan menggugat keputusan DPR tersebut dari  Willard Hotel di Washington DC, Amerika Serikat.

"Meskipun partainya sendiri sebagian besar bertanggung jawab untuk meloloskannya," demikian dimuat Sydney Morning Herald.

Sikap SBY yang adalah ketua umum Partai Demokrat juga mendapat kritik dari penasihat senior dari International Crisis Group (ICG), Sydney Jones. Ia menyoroti rencana penyelenggaraan Bali Democracy Forum yang akan digelar awal Oktober mendatang dengan 'pertunjukan' yang terjadi di dewan dini hari tadi.

"Was your cherished Bali Democracy Forum all for show, Mr President?..." -- demikian ditulisnya dalam Twitter.

Pemungutan suara terkait RUU Pilkada di DPR menghasilkan 135 suara memilih pilkada langsung dan 226 suara menghendaki pilkada melalui DPRD dari 361 anggota DPR yang bertahan hingga Jumat dini hari. (Yus)







* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini