Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manunggaling NU dan Muhammadiyah Menjaga NKRI

27 Juli 2015   00:00 Diperbarui: 27 Juli 2015   07:56 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu..!NU dan Muhammadiyah itu tidak pernah menyatu, selalu saja ada perbedaan walaupun kedunya dari Rahim yang sama. Dulu, orang Muhammadiyah sangat bangga memakai pakaikan kebesaran Muhammadiyah, dan enggan mengikuti tradisi NU. Bahkan, memakai peci-pun tidak mau, karena peci itu menjadi pakaian NU. Tahlilan, Maulidan, yang menjadi ciri khas Nahdiyin sering di olol-olok dengan istilah “bidah sesat” dan masuk Neraka. Sekarang ini sudah mulai tidak terdengar lagi.

Ketidaksukaan terhadap amaliyah Nahdiyah sangat terasa dan terlihat, sampai-sampai orang Muhammadiyah itu memiliki istilah khsusu yaitu “TBC” yang di artikan “tahayyul, bidah, khurafat”. Sifat TBC disematkan pada orang-orang NU yang masih ikut tahlil, ziarah kubur, maulid Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, tidak satupun orang NU yang akan masuk surga, karena orang NU itu pelaku TBC. Itu semua sudah berlalu, dan era sekarang sudah berubah.

Tahun ini, awal puasa dan penentuan 1 syawal sudah bersama. Banyak sekali warga Muhammadiyah yang memakai qunut, juga rajin mengikuti tahlilan. Bahkan, Pak Hasyim Muzadi pernah guyon “Lomba solawatan yang menang kok orang Muhammadiyah”. Tidak heran, jika banyak orang-orang Muhammadiyah yang menikahkan putra-putrinya justru di iringi dengan sholawatan dengan gamelan-gamelan Kyai Kanjeng MH. Ainun Nazib. Lebih menarik lagi, masjid-masjid Muhammadiyah sebagian besar Khotib dan Imamnya justru ustad-ustad dari kalangan Nahdiyin.

Begitu juga dengan kaum Nahdiyin yang saat ini sangat gencar sekali membangun pendidikan formal, seperti; kampus, madrasah, dan rumah sakit, yang dulu menjadi ciri khas Muhammdiyah. Tidaklah aneh jika kemudian Prof.Dr. Abdul Munir Mulkan yang namanya masuk bursa ketum Muhammadiyah pada muktamar tahun (2015) berpendapat bahwa Muhammadiyah itu dibagi menjadi empat bagian (1)  Al-Ihlas yang merujuk pada tradisi puritan yang fundamentalis (2) KH Ahmad Dahlan yang merujuk pada islam inklusif (3) MUNU (Muhammadiyah- NU, yaitu organisasinya Muhammdiyah, tradisinya Nahdotul Ulama (Neo-trdisionalis) (4) Marmud (Marhaenisme Muhammadiyah) yang mendekati abangan yang sebagian besar dari kalangn agraris dan petani (Munir Mulkan:29).

Terlepas dari perbedaan natara Muhammdiyah dan NU, yang jelas keduanya memiliki titik temu (http://www.kompasiana.com/www.tarbawi.wodrpress.com/titik-temu-muhammaddiyah-dan-nu_55b428e6ef9273d30eabaab4), di antaranya ialah sama-sama membangun keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan pancasila.

Saat ini, perbedaan yang selama ini menonjok sudah mulai pudar dan mulai menyatu. Masjid Muhammadiyah juga dipenuhi warga NU, begitu juga dengan sebaliknya. Rumah sakit Muhammadiyah, dokter dan perawatnya juga dari NU, begitu juga dengan pasienya. Muhammadiyah itu tidak bisa hidup tanpa NU, begitu juga dengan sebaliknya. Ketika NU dan Muhamadiyah Manunggal, maka banga Indonesia akan semakin dan kokoh. Karena tujuan utama dirikan Muhammadiyah dan NU adalah ingin mengusir penjajahan Belanda dan Jepang.

Diberbagai kota besar, sepreti Malang, khususnya di Kantor NU, JL.KH Hasyim Asyary terdapat spanduk besar yang bertuliskan “Selamat dan Sukses” Muktamar ke 33 Nahdhotul Ulama’ Jombang dan Muktamar Muhammadiyah ke-47 Makasar”. Ucapan selamat itu bertebaran dimana-mana. Ini juga menjadi isarat, akan bertemuanya matahari dan bumi agar NKRI semakin kuat dan kokoh.

Din Samsudin, secara khusus juga mengucapkan selamat kepada NU, begitu juga dengan sebaliknya. Din Samsudin juga kadang ikutan ziarah ke Makam Mbah Sahal Mahfudz Rois Syuriah NU. Bahkan, Bang Din Samsudin juga kadang ikut Tahlilan di kediaman KH Sahal Mahfudz.

Jika mau jujur, antara NU dan Muhammadiyah itu secara usulin (dasar-dasar agama tidak ada bedanya. Kedunya hanya berpeda masalah furuiyah, yang mestinya tidak perlu dipertentangkan. Saat ini, keduanya telah menyadarinya, dan keduanya bersatu (manunggal) membangun bangasa Indonesia lebih maju bermartabat. NU-Muhammadiyah ingin membumikan gagasan-gagasan dan cita-cita pendirinya di bumi Nusantara ini dengan pendekatan budaya yang tidak bertengtangan dengan ajaran Rosulullah SAW. Indonesia menjadi negeri "Baldatun Toyyibatun Wa Robbun Ghofur". semua bisa terwujud, jika NU bergandeng tangan dengan Muhammadiyah.

 

 

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun