Sejarah Nabi Muhammad 'lebih didominasi peperangan ketimbang toleransi'

  • Heyder Affan
  • Wartawan BBC Indonesia
Selain menambahkan aspek humanis Nabi Muhammad, Kemenag juga akan memberikan latar belakang kenapa jalan perang yang ditempuhnya.

Sumber gambar, Reuters

Keterangan gambar,

Selain menambahkan aspek humanis Nabi Muhammad, Kemenag juga akan memberikan latar belakang kenapa jalan perang yang ditempuhnya.

Materi pelajaran sejarah Nabi Muhammad SAW di sekolah dasar dan menengah akan diperbaiki karena cenderung menonjolkan perannya dalam peperangan dan tidak memberi tempat pada sifat-sifatnya yang toleran dan mendukung perdamaian.

Kementerian Agama mengatakan, upaya perbaikan ini tidak terlepas dari meningkatnya radikalisasi yang menjangkiti sebagian umat Islam di Indonesia.

Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan pelatihan Kementerian Agama mengatakan, selain menambahkan aspek humanis Nabi Muhammad, pihaknya juga akan memberikan latar belakang kenapa jalan perang yang ditempuhnya.

"Kajian kita menunjukkan bahwa sejarah Nabi Muhammad lebih menitikberatkan pada perang-perang, tapi aspek luas tentang sifat nabi yang amanah, jujur, sangat adil, humanis belum banyak di literatur, apalagi literatur di sekolah," kata Abdurrahman Masud kepada BBC Indonesia, Minggu (10/01) sore.

Kementerian agama saat ini masih meneliti materi pelajaran pelajaran sejarah Nabi Muhammad yang diharapkan selesai pada tahun ini.

Penekanan pada sejarah sosial

Menurutnya, peristiwa sejarah berupa peran Muhammad terkait aspek toleransi dan dukungannya kepada perdamaian sangat penting ditekankan pada situasi "dunia yang berkecamuk" seperti sekarang.

"Ada ajaran (Nabi Muhammad tentang nilai-nilai kemanusiaan) yang perlu ditekankan. Jika anak-anak tidak membaca (secara) komprehensif, bisa salah paham," katanya.

Sebagian umat Islam di Indonesia menggelar doa bersama dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad.
Keterangan gambar,

Sebagian umat Islam di Indonesia menggelar doa bersama dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad.

Abdurrahman tidak memungkiri kajian ulang terhadap materi sejarah Nabi Muhammad tidak terlepas dari meningkatnya radikalisasi yang menjangkiti sebagian umat Islam di Indonesia.

"Ideologi pemerintah 'kan ideologi kerukunan. Otomatis, bagaimana kita menangkal radikalisme, terorisme," katanya.

"Pelurusan itu harus, misalnya makna jihad yang disalahpahami, yang selalu diidentikkan dengan perang. Padahal maknanya luas," tambahnya.

Umat Islam di Indonesia memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lazim disebut sebagai Maulud Nabi.
Keterangan gambar,

Umat Islam di Indonesia memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lazim disebut sebagai Maulud Nabi.

Ditanya kenapa selama ini materi pelajaran sejarah Muhammad lebih memberi porsi besar pada perannya di kancah peperangan, Abdurrahman mengatakan, hal ini juga dialami materi sejarah umum.

"Ini yang harus diubah, dengan ditekankan pada sejarah sosial, seperti karakter Nabi yang mulia seperti tertera dalam Kitab suci serta sejarah yang sebagian ditulis oleh non-Muslim," jelasnya.

Tergantung bahan yang diterima

Direktur Lembaga kajian Islam dan perdamaian (LAKIP) Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bambang Pranowo mendukung rencana Kemenag tersebut supaya "gambaran tentang Nabi Muhammad lebih utuh."

"Bahwa Nabi itu pembawa rahmat itu harus lebih menonjol sehingga tidak malah terkesan pembawa laknat," katanya.

Rencana Kemenag untuk memberi porsi lebih besar pada sifat-sifat Muhammad yang toleran dan mendukung perdamaian, menurutnya, juga relevan untuk situasi sekarang.

Majalah yang dikelola kelompok pendukung ISIS. Empat tahun lalu, temuan survei LAKIP terhadap pelajar SMP-SMA di 100 sekolah (59 swasta, 41 negeri) menunjukkan hampir 50% pelajar setuju dengan "cara-cara kekerasan dalam menangani isu moralitas dan keagamaan".
Keterangan gambar,

Majalah yang dikelola kelompok pendukung ISIS. Empat tahun lalu, temuan survei LAKIP terhadap pelajar SMP-SMA di 100 sekolah (59 swasta, 41 negeri) menunjukkan hampir 50% pelajar setuju dengan "cara-cara kekerasan dalam menangani isu moralitas dan keagamaan".

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Empat tahun lalu, temuan survei LAKIP terhadap pelajar SMP-SMA di 100 sekolah (59 swasta, 41 negeri) menunjukkan hampir 50% pelajar setuju dengan "cara-cara kekerasan dalam menangani isu moralitas dan keagamaan".

"Kalau penyebab secara spesifik, harus diteliti lebih dalam, tetapi bisa diduga karena memang bahan-bahan yang mereka terima mengarah pada hal tersebut," papar Bambang.

"Misalnya saja dalam pendidikan agama, kurang sekali memberi penekanan kepada Nabi sebagai pembawa perdamaian itu, maka kemudian ketika timbul literatur tentang kehidupan Nabi cenderung yang pada kekerasan, itu mudah sekali masuk," jelasnya lebih lanjut.

Dia kemudian memberikan contoh, kehadiran literatur-literatur seperti itu yang dikeluarkan oleh kelompok radikal.

"Apalagi kondisinya memungkinkan anak didik kecewa dengan keadaan, sehingga ketika ada wacana tentang hal yang menuju pada kekerasan, atau mengubah keadaan dengan kekerasan, itu mudah sekali masuk dan mudah dicerna," jelasnya.

Komentar guru agama Islam

Sementara itu, seorang guru agama Islam di SMA Negeri II, Malang, Jatim, Muniron mengakui bahwa dalam sejauh ini pelajaran sejarah Nabi Muhammad lebih menitikberatkan pada perannya dalam sejumlah peperangan, walaupun aspek lainnya juga dibahas.

"Sepertinya begitu, tapi ya adalah aspek pribadi kanjeng Nabi," kata Muniron saat dihubungi BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Minggu (10/01) petang.

Dia sendiri mendukung langkah Kemenag untuk menambahkan sejarah Muhammad terkait aspek toleransi atau perdamaian.

Sebuah aktivitas di dalam ruang sekolah. Seorang guru SMA di Malang mengaku pelajaran sejarah Nabi Muhammad lebih didominasi aspek perang.
Keterangan gambar,

Sebuah aktivitas di dalam ruang sekolah. Seorang guru SMA di Malang mengaku pelajaran sejarah Nabi Muhammad lebih didominasi aspek perang.

"Kita tidak bisa menampik adanya peperangan dalam sejarah Islam, cuma harus bisa kita kemas lagi supaya tidak begitu terlalu nampak kasarnya," katanya.

Hal itu dia tekankan karena setiap peperangan itu tidak terlepas dari alasan kemunculannya. "Misalnya untuk menjaga diri," kata Muniron.

Lebih lanjut dia mengatakan, penekanan pada aspek humanis Nabi Muhammad itu menjadi penting ditekankan dalam situasi sekarang.

"Kalau peperangan kita 'kan cuma pasif melihatnya, tapi kalau kita tampilkan pribadi kanjeng yang menghormati orang atau kelompok lain, itu bagus ditambahkan dalam materi sejarah," katanya.